
Panggilan kampung halaman akan menyeru merek yang sukses atau belum memiliki peruntungan yang baik di perantauan.
Di era kini komunikasi sudah begitu canggih, orang sudah terhubung dimana saja akibat lompatan tekhnologi telekomunikasi. Namun, pulang kampung artinya tidak hanya sebatas berkominikasi dengan keluarga, teman atau handai tolan yang masih berada di kampung itu.
Puang kampung itu selain kebutuhan untuk bertemu dengan keluarga, tetapi juga menjemput kembali kenangan indah ketika tumbuh menjelang dewasa di kampung yang tercinta. Banyak kenangan yang seakan hidup kembali. Suka dan duka yang sangat indah untuk dikenang.
Bagadang, adalah sebuah tradisi yang ada dikampung kami yang selalu dirindukan oleh mereka yang pulang dari rantau. Tradisi yang berlangsung turun menurun di kampung kami, entah kapan tradisi ini berawal. Dibeberapa daerah lain, namanya makan gadang dan ada juga disebut dengan balanjuang. tradisi ini adalah makan bersama di malam hari, biasanya sudah mendekati subuh.
Bagadang sring tidak terencanakan, semuanya dadakan. Biasanya disepakati oleh beberapa orang yang kemudian dilewakan (sampaikan) kepada mereka yang datang duduk ke lapau (warung) atau pos ronda. Kesepatan itu akan segera dieksekusi oleh beberapa orang yang menyiapkan peralatan masak, kayu bakar, bahan-bahan untuk dimasak dan keperluan lainnya. Biasanya yang pulang dari rantau akan menjadi bandar untuk biaya yang dibutuhkan.
Mereka yang ikut bagadang itu, semuanya bekerja sesuai dengan kebutuhan, ada yang mencari kayu, membersihkan bahan yang akan dimasak, mencari daun pisang, mencari cabe. Pokoknya apa saja yang menjadai kebutuhan.
Bagarah atau bercanda adalah bahagian yang tidak lepas dari kegiatan ini. Malam yang dingin tidak terasa, semuanya akan terasa hangat. Saling bully menjadikan suasana panas dan penuh kehangatan. Bagi kami, bully menjadi bahagian yang menumbuhkan keakraban satu sama lainnya. Mungkin karena kebiasaan inilah setidaknya memuncukan keberanian untuk berpendapat ditengah orang ramai. Tidak salah pula kalau rata-rata orang Minang itu vokal dalam berpendapat.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, namun bagadang tidaklah tergerus oleh kemajuan zaman. Banyak hal yang secara berangsur telah berubah. Bagadang tetap saja tidak berubah. Ia menjadi instrumen yang menambah keakraban. Ia selalu dirindukan.
Hujan emas di negeri orang, hujan batu di kampung kita, yang kampuang jauah di mato tidak akan pernah terlupakan....
No comments:
Post a Comment