
Ikhlas merupakan hakikat agama dan kunci dakwah para rasul ‘alaihim as-salaam, sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (berbuat ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah [98]: 5)
Allah juga berfirman (artinya),
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (QS. Az-Zumar [39] : 3)
Keikhlasan merupakan inti dan ruh suatu ibadah.
Ibnu Hazm berkata, “Niat adalah rahasia ketaatan. Niat dalam segala amal perbuatan bagaikan ruh dalam jasad. Dalam ketaatan, mustahil terdapat amal perbuatan yang tidak memiliki ruh. Karena amal perbuatan tanpa niat bagaikan jasad tanpa ruh, yaitu jasad yang mati.”
Keikhlasan adalah dasar penerimaan atau penolakan segala amal perbuatan. Keikhlasan akan membawa kita kepada kemenangan atau pun kerugian. Keikhlasan merupakan jalan menuju surga atau pun jalan menuju neraka. Dengan mengamalkan keikhlasan maka kita akan dapat masuk surga.
ARTI KEIKHLASAN
Kata خَلَصَ khalasha, خُلُوصًا dan خَلاَصًا artinya murni dan bebas dari campuran. Kata خَلَصَ الشَّيْءُ artinya sesuatu itu menjadi murni. Kata خَلَصْتُ إِلى الشَّيْء artinya aku telah sampai ke tempat itu. Dan kata خُلاَصَة السَّمِن artinya lemak murni.
Kata ikhlas memiliki arti bersih, murni dan bebas dari campuran. Sesuatu yang murni adalah sesuatu yang bersih yang bebas dari campuran, baik campuran yang bersifat abstrak atau pun non abstrak. أَخْلَصَ الدِّيْنَ للهِ (memurnikan ketaatan bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala berarti hanya bertujuan mencari keridhaan-Nya dan tidak berbuat riya’; memurnikan ketaatan dan membersihkannya (dari perbuatan riya) hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Al-Fairuuz berkata, أَخْلَصَ للهِ “berarti tidak berbuat riya’.” (Al-Qaamuus al-Muhiith : 797).
Kalimat ikhlas berarti kalimat tauhid. المُخْلِصُونَ (orang-orang yang ikhlas) adalah orang-orang pilihan yang mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sedangkan arti ikhlas menurut istilah syara’ adalah sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim -semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mencurahkan rahmat kepadanya-, dia memberikan definisi bahwa ikhlas adalah hanya menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai tujuan dalam melaksanakan ketaatan. (Madaarij as-Saalikiin 2/91).
Maksudnya, hendaknya engkau hanya bertujuan mencapai keridhaan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.
UNGKAPAN-UNGKAPAN PARA ULAMA TERDAHULU DALAM MENDEFINISIKAN KATA IKHLAS
- Hendaknya amal perbuatan dilakukan hanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala saja bukan karena yang lain.
- Hanya menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai tujuan dalam melaksanakan ketaatan.
- Memurnikan amal perbuatan dari perhatian makhluk.
- Memurnikan amal perbuatan dari segala campuran. (Madaarij as-Saalikiin 2/91-92)
- Hanya menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai tujuan dalam melaksanakan ketaatan.
- Memurnikan amal perbuatan dari perhatian makhluk.
- Memurnikan amal perbuatan dari segala campuran. (Madaarij as-Saalikiin 2/91-92)
Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak mengindahkan (tidak memperhatikan) sanjungan orang lain terhadapnya, karena dia hanya ingin menjaga kebaikan hatinya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan dia tidak ingin orang lain mengetahui sedikit pun amal perbuatan yang telah dilakukannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia (artinya),
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (berbuat ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah [98]: 5)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman kepada Nabi-Nya (artinya),
“Katakanlah, ‘Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku.’” (QS. az-Zumar [39]: 14)
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).’” (QS. al-An’aam [6]: 162-163)
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. al-Mulk [67]: 2)
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. al-Mulk [67]: 2)
Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “‘Yang lebih baik amalnya’ artinya, أخلصه وأصوبه “yang paling ikhlas dan paling benar.” Ada seseorang yang bertanya kepada Fudhail, “Apa maksud ‘Yang paling ikhlas dan paling benar?’” Fudhail menjawab,
إن العمل إذا كان خالصا ولم يكن صوابا لم يقبل وإذا كان صوابا ولم يكن خالصا لم يقبل
“Apabila suatu amal perbuatan dilakukan dengan ikhlas tetapi amal perbuatan itu tidak benar, maka amal perbuatannya tidak diterima. Namun apabila amal perbuatan itu benar, tetapi tidak dilaksanakan dengan ikhlas, maka amal perbuatannya juga tidak diterima”.
“Apabila suatu amal perbuatan dilakukan dengan ikhlas tetapi amal perbuatan itu tidak benar, maka amal perbuatannya tidak diterima. Namun apabila amal perbuatan itu benar, tetapi tidak dilaksanakan dengan ikhlas, maka amal perbuatannya juga tidak diterima”.
Jadi, amal perbuatan akan diterima apabila dikerjakan dengan ikhlas dan benar. Amal perbuatan yang dikerjakan dengan ikhlas adalah amal perbuatan yang dikerjakan hanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan amal perbuatan yang benar adalah amal perbuatan yang sesuai dengan sunnah Nabi.” (Hilyah al-Auliyaa’ 8/95).
Kemudian Fudhail membaca firman-Nya,
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada tuhannya.” (QS. al-Kahfi [18]: 110)
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan.” (QS. an-Nisaa [4]: 125)
Maksudnya, adalah orang yang memurnikan tujuan dan amal perbuatannya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ihsan artinya mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Orang-orang yang menginginkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala hendaknya berbahagia dengan balasan-Nya yang besar. Allah Swt. telah memerintahkan agar kita selalu bersama mereka,
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.” (QS. al-Kahfi [18]: 28)
“Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. ar- Ruum [30]: 38)
“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seorang pun yang memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-maa) karena mencari keridhaan tuhannya yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.” (QS. al-Lail [92]: 17-21)
(Dinukil dari kitab Silsilah A'mal Qulub, Syekh Muhammad Shalih al Munajjid)
(Dinukil dari kitab Silsilah A'mal Qulub, Syekh Muhammad Shalih al Munajjid)
No comments:
Post a Comment